This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

DR Coffee

Selasa, 01 Januari 2013

Sejarah Nama Kota Tuban

Sejarah Tuban - Dilihat dari peta Indonesia, letak geografisnya tuban terletak pada 111°30’ - 112°35’ BT 6°40’ - 7°18’ LS dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:


  1. Sebelah Utara : Laut Jawa
  2. Sebelah Timur : Kabupaten Lamongan
  3. Sebelah Selatan : Kabupaten Bojonegoro
  4. Sebelah Barat : Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora ( Jateng )
      Kemudian dari segi topografi, yang memiliki:
  • Luas Daratan : 183.994.562 Ha ( 3,8% dari luas Wilayah Profinsi Jawa Timur )
  • Panjang pantai 65 Km membentang dari arah timur Kecamatan Palang sampai arah barat Kecamatan Bulu Bancar.
  • Luas Lautan : 22.608,00 Km persegi.
Dari segi geologi, keadaan tanah di Kabupaten Tuban terdiri dari :
  1. Mediteran merah kuning, berasal dari endapan batu kapur di daerah bukit sampai gunung ( 38% ) dari luas wilayah, terdapat dikecamatan Semanding, Montong , Kerek, Palang, Jenu, sebagian Tambakboyo, Widang, plumpang dan Merakurak
  2. Alluvial, berasal dari endapan didaerah daratan dan cekungan ( 34% dari luas wilayah, terdapat di Kecamatan Tambakboyo, Bancar, Tuban, Palang, Rengel, Soko, Parengan, singgahan, Senori dan Bangilan.
  3. Grumusol, Berasal dari endapan batuan di daerah yang bergelombang ( 5% dari luas wilayah ) terdapat dikecamatan Bancar, jatirogo, dan Senori.
     Dari segi iklim :
  1. Ada dua musim, yaitu: musim penghujan dan musim kemarau
  2. Curah hujan rata-rata 3.376 mili meter per tahun.
  3. Jumlah hari hujan rata-rata 175 per tahun
Kota tuban di tinjau dari geografinya dan dapat kita lihat juga bahwa Tuban selain memilki laut,pantai dan Pertanian yang subur juga memilki pegunungan kapur. Hal ini yang menyebabkan Kota Tuban memilki Sumber daya alam yang cukup baik, dan semestinya hal ini harus ditunjang dengan pengelolaan yang baik pula.
Batuan kapur mendominasi dataran wilayah tuban yang ikut mempengaruhi sosial dan budaya dalam kehidupan masyarakat tuban.

 
Asal Usul Nama Tuban


Dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa, nama mengandung makna dan merupakan suatu hal yang bersifat sakral. Oleh karena itu nama Raja raja dibedakan dengan nama rakyatnya dan bagi masyarakat nama kecil berbeda dengan nama sesudah kawin. Beberapa pendapat tentang pemberian nama sebuah desa / daerah dikaitkan dengan :



I. Berdasarkan legenda

Dalam legenda mengenai  asal usul “Tuban” terkait dua tempat yang penting yaitu Watu Tiban dan Bektiharjo.

 
A. Watu Tiban
Ketika kerajaan Majapahit jatuh, semua harta kekayaan dibawa ke Demak. Salah satu harta kekayaan Majapahit yang dibawa ke Demak adalah pusaka kerajaan yang berbentuk batu dan pemindahannya dipercayakan pada sepasang burung bangau. Sesampai disuatu daerah, burung bangau yang sedang membawa batu pusaka diolok olok oleh anak anak pengembala dan karena marah maka jatuhlah batu pusaka kerajaan Majapahit. Adapun tempat dimana batu pusaka itu jatuh, dinamakan Tuban. Dengan demikian nama Tuban berasal dari kata “Wa(tu) Ti(ban)”. Dan ternyata batu tersebut berupa sebuah Yoni.


B. Metu Banyu

Sesuai dengan petunjuk yang di terima oleh Raden Dandang Wacono yaitu membuka hutan Papringan untuk dijadikan negara. Pada waktu pembukaan hutan papringan, keluarlah dengan tidak terduga sebuah sumber air. ari peristiwa”Me(tu) (Ban)yune” yang berarti keluar airnya, maka spontan Raden Aryo Dandang Wacono memberi naman tempat tersebut dinamakan Tuban. umber airnya sangat sejuk dan pada akhirnya tempat tersebut dinamakan “Bektiharjo’.


C. Nges(Tu)ake kewaji(Ban)

Menurut kebiasaan sehari hari masyarakat Tuban mudah      diarahkan untuk melaksanakan yang bersifat membangun. Sifat demikian dalam bahasa Jawa dikatakan : “Nges(Tu) kewaji(Ban).


II. Berdasarkan Etimologi

Dalam bahasa Jawa Kawi, Tuban berarti “Jeram’, sedangkan jeram itu sendiri adalah air terjun. Apabila kita lihat di Tuban terdapat air terjun yang terdapat di kecamatan Singgahan (air terjun nglirip) dan di kecamatan Semanding ( air terjun banyu langse ). ada kedua air terjun baik di nglirip maupun di air terjun banyu langse tidak ada data Arkeologi yang mendukung bahwa itu bekas suatu kota.



A. Data Arkeologi

Di Ngerong kecamatan Rengel terdapat arca Mahatula yang menunjukkan ciri jaman Singosari. Begitu pula terdapat pecahan keramik serta batu bata, selain itu wilayah kecamatan rengel di temukan pula prasasti Malengga dan Banjaran yang bertahun 1052 M.



B. Data Geografis
Rengel terletak di tepi Sungai Bengawan Solo yang jaman dulu    merupakan sarana penghubung utama. Ditepi sungai bengawan solo terdapat hamparan sawah yang subur serta pegunungan yang membujur dari arah utara sampai ke selatan. Hal ini sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi maupun militer dalam mendukung pengembangan pusat pemerintahan.



BEBERAPA SUMBER SUMBER TERTULIS YANG BERKAITAN DENGAN         TUBAN.

Untuk mendukung penelusuran kapan berdirinya Tuban sebagai desa atau wilayah yang setingkat dengan kabupaten sekarang ini perlu pengkajian sumber tertulis yang berupa :

  1. Sumber tertulis berupa: Prasasti Kambang Putih, Prasasti Malengga, Prasasti Banjaran, Prasasti Tuban.
  2. Sumber tertulis berupa. Tentara Tar Tar dibawah pimpinan komando Sih-pie, Kau Sing dan Ike Messe, sebagian mendarat di Tuban dan sebagian meneruskan ke Sedayu. Dengan bantuan Raden Wijaya, tentara TarTar dapat mengalahkan Jayakatwang dari Kediri dan pada akhirnya tentara Tar-Tar dapat di hancurkan oleh Raden Wijaya dengan bantuan Arya Wiraraja dari Sumenep. Setelah hancurnya tentara Tar-Tar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Mojopahit dengan gelar Sri Kertajasa Prawira.
  3. Sumber Tertulis Berita Luar Negeri. Berita Cina yang sangat penting adalah uraian Ma Hua dalam bukunya Ying Yai Shing Lan. Ma Hua adalah orang Tionghoa yang beragama Islam, yang mengiringi perjalanan Cheng Ho dalam perjalanan ke daerah daerah lautan selatan ( 1413 M – 1425 M ).

Sejarah Ronggolawe di Tanah Tuban

Sejarah Tuban - Masyarakat Tuban tidak bisa dipisahkan dari legenda Ronggolawe dan Brandal Lokajaya. Legenda itu begitu kental dan menyejarah sehingga sedikit banyak mewarnai pembentukan sistem nilai pribadi dan sosial. Elite politik sering kali memanfaatkan untuk kepentingan dan pencapaian target politiknya.

Legenda Ronggolawe versi masyarakat Tuban berbeda dengan naskah sejarah seperti ditulis kitab Pararaton maupun Kidung Ranggolawe. Menurut Kidung Ranggolawe, tindakan ngraman (berontak) Ronggolawe dilancarkan setelah tuntutannya agar pengangkatan Empu Nambi sebagai Patih Amangkubumi Majapahit dianulir.

Rudapaksa politik yang menurut Pararaton terjadi pada tahun 1295 itu berakhir tragis. Raja Kertarajasa Jayawardhana menolak tuntutan Ronggolawe tersebut. Pasukan dikirim untuk menyerang Ranggolawe. Akhirnya Ronggolawe diperdayai untuk duel di Sungai Tambak Beras. Dia pun tewas secara mengenaskan oleh Mahisa Anabrang.

Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe bukanlah pemberontak, tetapi pahlawan keadilan. Sikapnya memprotes pengangkatan Nambi, karena figur Nambi kurang tepat memangku jabatan setinggi itu.
Nambi tidak begitu besar jasanya terhadap Majapahit. Masih banyak orang lain yang lebih tepat seperti Lembu Sora, Dyah Singlar, Arya Adikara, dan tentunya dirinya sendiri.
Ronggolawe layak menganggap dirinya pantas memangku jabatan itu. Anak Bupati Sumenep Arya Wiraraja ini besar jasanya terhadap Majapahit. Ayahnya yang melindungi Kertarajasa Jayawardhana ketika melarikan diri dari kejaran Jayakatwang setelah Kerajaan Singsari jatuh (Kertarajasa adalah menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir).

Ronggolawe ikut membuka Hutan Tarik yang kelak menjadi Kerajaan Majapahit. Dia juga ikut mengusir pasukan Tartar maupun menumpas pasukan Jayakatwang.
Bagi masyarakat Tuban, Ronggolawe adalah korban konspirasi politik tingkat tinggi. Penyusun skenario sekaligus sutradara konspirasi politik itu adalah Mahapati, seorang pembesar yang berambisi menjadi patih amangkubumi.
Melalui skenarionya, Lembu Sora, paman Ronggolawe yang membunuh Mahisa Anabrang akhirnya dibunuh oleh pasukan Nambi melalui tipu daya yang canggih.
Empu Nambi sendiri mati dengan tragis. Dia diserang pasukan Majapahit pada saat pemerintahan Raja Jayanegara karena bisikan Mahapati bahwa Nambi ngraman. Kidung Sorandaka mencatat, Mahapati menggapai ambisinya dan dilantik menjadi patih amangkubumi tahun 1316.

Sejarah Sunan Bonang

Sejarah Tuban - SUNAN BONANG adalah putera dari  Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya.

Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah
yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi.

Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

sumber:http://swaramuslim.net

Selasa, 25 Desember 2012

Sejarah Hidup Brandal Loka Jaya

Kak Imam Blog - Bagi Majapahit (1284-1478), Tuban merupakan kota pelabuhan dagang yang cukup penting. Saat itu masa akhir kerajaan Majapahit dan yang menjadi Raja adalah Brawijaya V.

Ada sebuah kisah seorang putra dari  Adipati Tuban, Raden Mahmud Syahid atau dikenal dengan Raden Syahid, kurang lebih 1450 M. Ayahnya yang seorang adipati Tuban bernama Raden Sahur alias Aya Wilwatikta, masih keturunan dari Ranggalawe, Adipati Tuban yang pertama. Ibundanya bernama Dewi Nawangrum.

Sejak kecil Raden Syahid ini sudah terlihat menjadi anak yang cerdas, pandangan matanya tajam, nalurinya kuat dan kemauannya keras. Ia adalah putra adipati yang disegani di seluruh Tuban. Keluarganya pun termasuk keluarga yang saleh dan pemeluk Islam yang taat.

Hampir setiap malam, ba’da  isya, Raden Syahid beserta kawan-kawannya tekun mempelajari Islam. Mereka belajar membaca Al-Quran. Kiyai Ahmad, guru mengaji Raden Syahid. Guru mengajinya sangat kagum kepadanya karena dari remaja sikap dan perbuatannya sudah berbeda dari remaja pada umumnya. Ia mampu berpikir dewasa. Suatu saat nanti , Raden Syahid pasti akan menjadi orang yang besar pikir guru mengajinya.

Raden Syahd suka menonton wayang beber, yakni wayang yang dilukis diatas kain putih. Lukisan itu merupakan adegan-adegan tertentu dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Wayang tadi berbentuk manusia yang dilukis di candi-candi. Inilah konon yang nantinya cikal bakal beliau akan men-dakwah-kan Islam melalui wayang versi Jawa.

Di siang hari, Raden Syahid mempelajari ketatanegaraan, keprajuritan dan beladiri, Ayahnya berharap putranya akan menggantikan kedudukannya sebagai Adipati  Tuban.

Sebagai putra adipati ia hidup dilingkungan pejabat yang mewah. Kadang-kadang ayahnya mengajaknya perjalanan bersama, Mereka melihat daerah-daerah yang jauh dari pusat kadipaten. Dari pengalaman itu, ia mengetahui bahwa kebanyakan masyarakat di pelosok masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya yang merupakan agama Hindu, Budha dan kepercayaan.

Namun dari kemewahan yang ia dapat sebagai putra adipati itu tidak membuatnya bahagia. Ia justru melihat dengan mata kepala sendiri bahwa para pejabat istana itu ternyata suka menindas rakyat dengan pajak-pajak yang tinggi dan iuran-iuran lain yang tidak masuk akal.

Meskipun berdarah bangsawan, berkat didikan Kiyai Ahmad membuat Raden Syahid berpihak kepada rakyat kecil. Ia suka bergaul dengan penduduk yang miskin dan teraniaya. Karena itu dia tahu betul penderitaan rakyat.

Rakyat yang tidak mampu membayar pajak dihukum, dihajar dan kadang-kadang diserobot tanah miliknya. Hukum hanya diperuntukan bagi rakyat kecil. Para pejabat negara, baik di Majapahit sebagai pusat kerajaan, maupun didaerah Tuban selalu kebal hukum, meski mereka melakukan pelanggaran besar.

Keadaan ini disaksikan setiap hari dan hal itu membuat tekanan batin baginya. Ia menolak dunia yang tidak adil seperti itu, namun sebagai anak kecil ia tidak tahu dan tidak bisa berbuat banyak, Maka ia melampiaskan diri dengan bergabung kawanan penjudi dan pemabuk. Bagi dia, justru dalam judi ia menemukan keadilan, siapa yang kalah akan ludes, dan siapa yang menang akan berjaya.

Namun hal itu disaksikan oleh ayahnya sebagai kenakalan tanpa kenal ampun. Meski Raden Syahid dica sebagai anak nakal, bengal dan susah diatur, namun ia senang berguru beladiri. Ia selalu rajin dan benar-benar mematuhi nasehat setiap guru ilmu kanuragannya. Maka jadilah dia orang yang kuat, sakti dan disegani.

Sayangnya ia kecewa dengan struktur masyarakat di sekitarnya dan melampiaskannya dengan cara berbuat semaunya sendiri. Mungkin hal ini karena usianya yang masih muda. Ia belum tahu bagaimana menggunakan kemampuan beladiri, kecerdasannya dan kesaktiannya. Apalagi setelah ia mengetahui perbedaan norma-norma yang didapat dari kiyai-nya dan kenyataan yang bertolak belakang.

Kerjaannya hanya bertualang dan bermain judi, Kalau ia kalah, tidak segan-segan ia merampok rumah para pejabat. Kalau sudah mendapat rampokannya kembali ia berjudi! Seluruh kesenangannya dilakukan semaunya sendiri. Untuk apa berbuat baik , karena kenyataannya orang baik tidak dihargai dan hanya didalam cerita saja, pikirnya.

Namun beberapa informasi yang beredar beliau tidak memakan sendiri hasil rampokannya. Kadang ia bagi-bagikan ke penduduk desa yang miskin.

“Anak kurang ajar ! Membuat malu orang tua saja. Lebih baik mati saja kamu, sebelum lebih banyak dosa-dosamu”, keluh sang Ayah yang merasa gagal mendidik putranya.

Kegerahan ini mencapai puncaknya ketika suatu malam, Raden Syahid tertangkap basah sedang mencuri gabah di gudang Istana. Ayahnya tentu saja gusar dan tidak bisa mentolerir putranya lagi. Menurut informasi yang beredar kala itu gabah itu bukan untuk dimanfaatkan sendiri, tetapi untuk di bagi kepada penduduk desa yang miskin. Akan tetapi tindakan pencurian di Istana terasa seperti mencoreng arang di muka Ayahnya.

“Sahid, sudah keterlaluan kamu, Nak ! Untuk apa pula kamu mencuri gabah? Kurang apa ayah memuliakan kamu? Mau jadi brandal apa? Minggat dari Tuban ini !! Jangan sekali-kali menginjakann kaki di kadipaten Tuban lagi, kalau kamu tidak bisa menggetarkan orang Tuban dengan ilmu agama !” usir Sang Adipati kepada putranya.

Dari sinilah Raden Syahid  rasa kesedihan, duka dan kekecewaan yang mendalam di hatinya. Akhirnya ia pun pergi meninggalkan kadipaten Tuban.
Raden Syahid pun mengembara, berhari–hari ia naik dan turun gunung, masuk kampung keluar kampung dengan pikiran yang kacau balau. Ia berpikir mencari kawanan perampok untuk ditundukkan dan direbut rampokannya. Sepertinya ia sudah tidak berniat untuk hidup di dunia ini, mati tertikam atau sekalian menjadi raja rampok.

“ Hai para perampok-perampok bodoh. Pilih harta atau nyawa?” ketika bertemu dengan segerombolan perampok di hutan.

“Kau ini yang bodoh. Kami ini perampok kok dirampok ? Apa kamu mau mencari mati ? Belum tahu rupanya siapa Kethuk Lindu”, jawab Kepala Perampok.

Akhirnya Raden Syahid dikeroyok oleh para perampok. Meski mereka bersenjata pedang, parang dan tombak dengan mudah diparahkan perlawanan mereka dengan tangan kosong. Permainan beladiri Raden Syahid yang  memukau dengan permainan bawahnya yang cepat membuat roboh para perampok, dengan mengambil pedang dari salah satu perampok dan memporak-porandakan para perampok.

Lalu ia berhasil memiting kepala Kethuk Lindu dengan cengkeraman tangan kirinya yang kuat dan pedang diayun-ayunkan dengan tangan kanan  siap memenggal batang leher. “Menyerah atau mati ?!?”

Akhirnya kawanan perampok yang dipimpin Kethuk Lindu menyerah dan berjanji setia kepada Raden Syahid. Namun para perampok ini tidak mengetahu siapa nama asli tuannya yang baru.

“Siapakah tuan ini sebenarnya” Tanya kepala perampok.

Mendengar pertanyaan itu Raden Syahid teringat siapa dirinya. Ia bermaksud menghilangkan jejaknya agar tidak diketahui keluarganya  di tuban, Maka ia terinspirasi untuk membuat julukan baru.

“Hahahahha Namaku.. Brandal Lokajaya. Asal usulku tidak penting. Yang jelas sejak saat ini kalian adalah pengikut Brandal Lokajaya “.

Sejak saat itu Brandal Lokajaya bersama pengikutnya barunya menguasai hutan Jatiwangi, sekitar daerah Kudus dan Pati, Jawa Tengah, Ia meneguhkan profesinya menjadi “berandal gelap nyawang”.Mereka menjadi kawanan perampok yang terkenal dengan gerakan aksinya yang sangat cepat seperti kilat, sehingga sangat sulit ditangkap dan dikenali identitasnya.

Ternyata Brandal Lokajaya yang cerdik dan ahli strategi ini selalu membagikan hasil rampokannya kepada anak buahnya dengan adil dan diam-diam membagi habis harta curiannya kepada penduduk kampung yang sangat miskin.

Suatu ketika semua usaha rampokannya tidak mendapat hasil. Semua usaha merampoknya gagal . Dan ditengah kegalauan akibat kegagalan mereka melihat adanya seorang bersorban dan berperawakan tinggi besar, berhidung mancung dan berkulit putih bersih. Pakaiannya berbeda dengan prang jawa pada umumnya dengan  memegang sebuah tongkat dari emas !!

“Berhenti !! Harta atau nyawa !!”, hardik Lokajaya.

Orang tua ini dengan tenang dan tetap tersenyum pun berkata, “Aku tak punya apa-apa, Lihat aku tidak membawa harta apapun, hanya tongkat penopang tubuh”.

“Jangan banyak tingkah orang tua ! aku tak punya banyak waktu. Serahkan tongkat emasmu itu !” tekan Lokajaya sambil memberi aba-aba kepada kawanannya.

“Emas ? kalau sekedar mencari emas,  kenapa harus menghilangkan nyawa hamba Alloh ? lagi pula aku tak punya emas, ini tongkat kayu biasa, dan kalau kau mencari emas lihatlah dibebatuan itu ada tumbuhan kolang kaling berdaun emas”. Kata orang tua itu yang ternyata tongkatnya adalah hanya sebuah tongkat kayu biasa dan menunjukkan dengan tongkat kayu biasa itu ke arah daun kolang-kaling.

Seketika daun kolang kaling itu berubah menjadi emas !! Berandal Lokajaya pun terkesima bukan kepalang.

Saat daun daun emas sudah di tangan mereka tiba-tiba kembali menjadi daun seperti biasa. Karena merasa tertipu Berandal Lokajaya pun berang dan menyerang orang tua itu.

Kemudian dengan kesaktiannya orang tua itu berubah menjadi lima orang yang serupa dan semuanya asli.Hingga akhirnya mereka berlima mengepung dan menghadang Lokajaya. Dan akhirnya Lokajaya menyerah kalah dan ingin berguru kepadanya.

“Aku Sunan Bonang. Hanya orang yang sungguh-sungguh yang bisa menjadi muridku. Kamu harus bersuci dulu dari dosa-dosamu agar mendapat ampunan Allah SWT. Apakah kamu bersedia?”

“Baik kanjeng Guru , Bagaimana caranya bertobat agar mendapat ampunan-Nya?“

“Bukankah pertama kali kamu menginginkan tongkat ? Nah sekarang, bacalah kitabku ini sebagai sarana taubatmu. Kitab ini adalah Tongkat Emas Sejati, datangnya dari Tuhan  yang Maha Pencipta Alam Semesta, Baca dan hafalkan sampai tuntas !!, Bersihkan tubuhmu dan hatimu dari perbuatan maksiat, dirikanlah musholla di sini dan bertirakatlah, Kalau aku belum datang, kamu tidak boleh meninggalkan tempat ini, Mudah-mudahan Alloh memberimu petunjuk”

Lokajaya menjawab, “Baik, saya akan laksanakan” , gemetar Lokajaya dengan janji di hatinya sendiri.

Lelaki tua itu memberikan kitab itu lalu pergi begitu saja.

Lokajaya pun selalu beribadah dan membaca kitab itu setiap hari. Ia hanya berhenti sesaat-sesaat untuk membersihkan tubuhnya, berwudhu, makan dan bersembahyang. Semua dilakukan hanya sekitar pondok yang dekat dengan sungai. Mata bathinnya kini telah terbuka lebar setelah membaca kitab dari gurunya yang ternyata sebuah “Al-Quran”

Rerumputan dan akar-akaran  serta pohon rembete tumbuh di sekitar pondokannya. Kiri kanan telah menjadi belukar.

Setahun berlalu Sunan Bonang ingat janjinya dengan Lokajaya, Maka ia mencarinya di Hutan Jatiwangi. Tempat beribadah Lokajaya telah berubah sama sekali.

Sunan Bonang pun menyalakan api , hingga api hampir melalap pondok Lokajaya. Lokajaya tidak bergerak dari tempatnya. Atas karunia Alloh, pondoknya tidak tersentuh api, konon tobatnya diterima oleh Gusti Allah.

“Sembah bhakti saya pada Kanjeng Sunan!”, katanya.
“Bersucilah dan bersihkan badanmu !” .
Lokajaya pun menuju sungai dan tak lama sudah kembali dengan penampilan suci bersih.

“Apakah kamu sudah khatam kitab ini dan tahu isi yang tersurat maupun yang tersirat?”
“Atas restu Kanjeng Sunan, saya hafal dan faham”.

“Bagus. Kamu sudah melaksanakan perintahku, Teruslah belajar dan jadikan pedoman karena itulah dasar segala dasar Ilmu Syariat, Dari setiap nafasmu jangan lupakan ilmu syariat dan AlQuran”

“Aku punya firasat, engkau adalah manusia yang sangat dibutuhkan oleh kawula alit di tanah jawa ini. Dan itulah jalan pengampunan tobatmu berikutnya. Kamu sudah banyak dosa, Lokajaya. Tapi engkau akan diampuni, setelah menjalani lelaku suci dan pakailah nama “Syekh Malaya”. Malaya artinya berkelana. Sedangkan syekh itu sebutan bagi orang yang mempunyai ilmu untuk menyiarkan agama-Nya dan dikasihi Allah”

“Tunjukkanlah  kepada saya lebih jelas, Guru” jawab Lokajaya alias Syekh Malaya

Anakku,  Malaya  hayatilah tongkat kayu gurdha ini. Ajaran ini sangat keras, kamu boleh mundur jika kamu mau. Tapi hanya inilah titianmu mencapai keridhoan-Nya. Hidup ini tiada lain mendapat ridho Alloh SWT. Lakukan ibadah siang dan malam, jangan putus dzikirmu. Saatnya engkau membersihkan hati yang tercela dan membersihkan pribadimu dari Selain Alloh SWT”

“Baik, guru Sendika dhawuh”. Jawab Syekh Malaya.

Makna dari  kayu gurdha adalah sebagai berikut :
Kayu berasal dari kata “Hayu”  artinya Yang Maha Hidup.
Gurdha berasal dari kata “Ridho” artinya mendapat perkenaan dari Allah SWT.

Intinya dari kata-kata itu kematian kehidupan dan ibadah bukanlah untuk mencari pahala, surga ataupun imbalan lainnya namun untuk mencari ke-ridho-an-Nya

Senin, 02 Juli 2012

Potensi Belimbing Desa Tasikmadu Tuban

Kawasan desa Tasikmadu, Kecamatan Palang yang terkenal dengan belimbing madunya.
Tuban Melihat potensi dan keanekaragaman di berbagai desa yang tersebar di Kabupaten Tuban, Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban berencana membangun Desa Wisata.
Hal tersebut disampaikan oleh kepala Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban, Farid Ahmadi, Kamis (28/06/2012). Pasalnya, beberapa Desa yang ada di Kabupaten Tuban ini memiliki potensi yang mempu membuat produk-produk unggulan.

Farid mencontohkan beberapa desa yang berpotensi seperti Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang yang terkenal dengan Belimbing Madunya, Kecamatan Jatirogo yang terkenal dengan Pengolahan Makanan Ringan berbahan Jagung disertai Pengemasanya, serta beberapa desa kecamatan Kerek yang selama ini terkenal dengan Batik Tulisnya.
“Setiap Desa yang ada di Kabupaten Tuban ini sebenarnya sudah banyak yang mampu membuat produk-produk unggulan. Namun untuk sasaran kali ini, kita tujukan kepada desa yang sudah mampu menembus Pasar Nasional dan Internasional, seperti Belimbing Tasikmadu, Batik Kerek dan Makanan Ringan yang terbuat dari Jagung di Kecamatan Jatirogo,” ujar Farid.
Pembangunan Desa Wisata tersebut sudah diagendakan oleh Pemerintah Daerah, yang rencananya akan direalisasikan pada tahun 2013 mendatang.
“Kami sudah mengusulkan kepada pemerintah daerah, dan Alhamdulillah pada tahun 2013 nanti akan segera terealisasi,” tambah Farid.

Untuk penataan pembangunan Desa Wisata itu, Dinas Perekonomian dan Pariwisata, rencananya akan mendatangkan seseorang yang ahli dalam bidang Desa Wisata tersebut.
“Sebelum melakukan pembangunan Desa Wisata, kita akan mengundang seorang konsultan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) yang ahli dalam bidang penataan kawasan Desa Wisata,” pungkas Farid.

Rabu, 27 Juni 2012

Sejarah Kota Tuban